Peninggalan Hindu Bidang Seni Rupa

Selain pada arsitektur, pengaruh budaya Hindu-Buddha terlihat pada bidang seni rupa, seperti corak relief, patung atau arca, dan makara pada candi atau keraton. Dalam hal motif yang pada masa prasejarah berupa motif-motif budaya Vietnam purba, maka pada masa Hindu-Buddha berkembang dan makin beragam.

a.    Patung

Arca (patung) dipahat membentuk mahluk tertentu, biasanya manusia atau binatang dengan tujuan mengabadikan tokoh yang dipatungkan. Patung dibuat oleh para seniman dan pemahat handal yang termasuk kasta waisya. Biasanya patung ini disimpan dalam candi sebagai penghormatan terhadap dewa dan raja yang disembah. Adakalanya sebuah patung raja disimbolkan sebagai patung dewa atau raja yang dipuja.

1)    Patung Bercorak Hindu
Patung Hindu biasanya berwujud dewa-dewi, raja, dan mahluk mistik seperti makara. Patung raja biasanya tidak ditampilkan sebagaimana adanya melainkan menyerupai dewa atau dewi tertentu yang diidentikkan dengan raja bersangkutan, misalnya:

(a) Patung dewa-dewi, misalnya Trimurti dan Durga. Pada patung Trimurti, patung Siwa biasanya tampak lebih dominan. Dewa ini ditampilkan dalam beragai wujud antara ain mahaguru, mahakala, dan bhairawa;
(b) Patung Airlangga (Medang Kamulan) dalam wujud Wisnu sedang menunggang burung Garuda;
(c) Patung Ken Dedes dalam wujud Dewi Pajnaparamita;
(d) Patung Kertanegara dalam wujud Joko Dolok dan Amoghapasya;
(e) Patung Kertarajasa (Raden Wijaya) dalam wujud Dewa Siwa;
(f) Patung Dwarapala atau Batara Kala dalam wujud raksasa memegang gada.

2)    Patung Bercorak Buddha
Umumnya patung-patung bercorak Buddha berwujud Sang Buddha dalam berbagai posisi, meski ada juga sejumlah patung Bodhisattva. Patung Sang Buddha tampil dalam berbagai posisi dengan sikap tangan (mudra) menghadap arah mata angin tertentu. Sikap tangan Sang Buddha tersebut mengandung makna tersendiri, yaitu:

(a) Arca Aksobhya dengan sikap bumisparca-mudra yaitu sikap tangan menyentuh bumi sebagai saksi. Arca menghadap ke timur.
(b) Arca Ratnasambhawa dengan sikap wara-mudra, yaitu sikap tangan memberi anugerah. Arca menghadap selatan.
(c) Arca Amithaba dengan sikap dhyana-mudra, sikap tangan bersemadi. Arca menghadap ke barat. (d) Arca Amogashidi, sikap abhaya-mudra, sikap tangan menenteramkan. Arca menghadap utara.
(e) Arca Wairicana, sikap dharmacaraka-mudra, sikap tangan memutar rodadharma. Arca tersembunyi dalam stupa.

a.    Relief

Relief merupakan seni pahat-timbul pada dinding candi yang terbuat dari batu. Pada candi bercorak Hindu, relief tersebut biasanya melukisan cerita atau kisah yang diambil dari kitab-kitab suci maupun sastra (bias cerita utuh, bias pula hanya cuplikan), misalnya Mahabharata, Ramayana, Sudamala, Kresnayana, Arjuna Wiwaha, berikut tokoh-tokoh Wayang Punakawan yang tak terdapat di India. Sedangkan dalam candi Buddha, pada reliefnya terpahat cerita seputar kisah hidup Siddharta Sang Buddha. Ada pula relief yang menceritakan cerita legenda dari India dan cerita fabel.

Masing-masing daerah memiliki corak relief yang khas. Relief pada candi di Jawa Tengah tak sama dengan relief di candi di Jawa Timur. Di Jawa Tengah, karakteristik objek (manusia, hewan, tumbuhan) pada relief-reliefnya bersifat natural; artinya bentuk pahatan objek tak jauh beda dengan bentuk asli dari objek tersebut (dua dimensi). Sedangkan, karakteristik objek pada relief di Jawa Timur tampak lebih pipih seperti bentuk wayang kulit (satu dimensi). Menurut para ahli, peralihan karakteristik para relief ini menunjukkan peralihan dari zaman Hindu-Jawa ke zaman Jawa-Hindu. Artinya: ketika kekuasaan beralih dari barat (Jawa Tengah) ke timur (Jawa Timur), dengan sendirinya kebudayaan masyarakat Jawa makin berkembang, makin percaya diri dengan corak seninya sendiri, tanpa harus terus menyontek budaya India.

Beberapa relief yang terdapat di candi-candi Jawa Tengah dan Timur adalah:

(1) Relief pada Candi Borobudur memuat cerita:
(a) Karmawibbhangga, dipahatkan pada kaki candi yang ditimbun, menceritakan sebab akibat perbuatan baik buruk manusia.
(b) Lalitavistara, dipahatkan pada dinding lorong pertama,menceritakan riwayat Sang Buddha sejak lahir sampai turunnya amanat pertama di Taman Rusa.
(c) Jatakamala-awadana, dipahatkan pada sebagian dinding lorong pertama dan kedua, berupa kumpulan sajak tentang perbuatan Sang Buddha dan para bodhisattva semasa hidupnya.
(d) Gandawyuha-bhadracari, dipahatkan pada dinding lorong kedua sampai keempat, menceritakan usaha Sudhana mencari ilmu yang tinggi sampai ia bersumpah mengikuti bodhisattva samanthabhadra.
(2) Relief pada Candi Prambanan memuat cerita:
(a) Ramayana, dipahatkan pada pagar langkan (dinding serambi atas) Candi Siwa dan diteruskan pada pagar langkan Candi Brahma.
(b) Kresnayana, dipahatkan pada pagar langkan Candi Wisnu.
(3) Relief pada Candi Sukuh, memuat cerita Sudamala yang diperankan Sadewa, bungsu Pandawa. Diceritakan Sadewa berhasil ngruwat (dari kata ngerawat atau memelihara) Batari (Dewi) Durga yang mendapat kutukan dari Batara Guru (Dewa Siwa) karena perselingkuhannya. Sadewa berhasil ngruwat Batari Durga yang semula raksasa betina bernama Hyang Pramoni kembali menjadi seorang bidadari cantik bernama Batari Uma. Cerita Sudamala (suda artinya bersih, mala artinya dosa) diambil dari Kidung Sudamala. Ada 5 adegan cerita Sudamala pada Candi Sukuh, yaitu: p ertama menggambarkan ketika Dewi Kunti meminta kepada Sadewa agar mau “ngruwat” Batari Durga namun Sadewa menolak. Kedua menggambarkan ketika Bima mengangkat raksasa dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menancapkan kuku “Pancanaka” ke perut raksasa. Ketiga menggambarkan ketika Sadewa diikat kedua tangannya diatas pohoh randu alas karena menolak keinginan “ngruwat” sang Batari Durga. Dan sang Durga mengancam Sadewa dengan sebuah pedang besar di tangannya untuk memaksa Sadewa. Keempat menggambarkan Sadewa berhasil “ngruwat” sang Durga. Sadewa kemudian diperintahkan pergi kepertapaan Parangalas. Di situ Sadewa menikah dengan Dewi Pradapa. Kelima menggambarkan ketika Dewi Uma (Durga setelah diruwat Sadewa) berdiri di atas Padmasana. Sadewa beserta punakawan menghaturkan sembah pada Dewi Uma.
(4) Relief pada Candi Jago, memuat cerita Kresnayana, Parthayajna, dan Kunjarakarna. Di candi ini untuk pertama kalinya kita jumpai tokoh-tokoh Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) yang setia menyertai ksatria.
(5) Relief pada Candi Surowono, memuat cerita Arjuna Wiwaha dan adegan Sri Tanjung yang dibu.nuh Sidapaksa (6) Relief Candi Panataran, memuat cerita Ramayana dan Kresnayana.

Sebetulnya masih banyak lagi relief- relief yang ada pada pelataran candi-candi yang lainnya. Sebagian bahkan belum dapat ditafsirkan ceritanya.

c.    Makara

Dalam mitologi Hindu-Buddha, makara adalah perwujudan seekor binatang laut besar yang diidentikkan dengan buaya, hiu, lumba-lumba, sebagai binatang luar biasa. Binatang “jadi-jadian” ini menjadi salah satu motif yang lazim dalam arsitektur India dan Jawa. Biasanya patung (bisa pula berbentuk relief) makara ini dipajang pada pintu gerbang candi atau keraton. Pada Candi Borobudur, contohnya, makaranya berbentuk binatang paduan: berkepala gajah, bertelinga sapi, bertanduk domba, dengan singa berukuran kecil di dalam mulut makara tersebut. Pahatan makara ini biasanya berfungsi sebagai mulut saluran air mancur.

Related Posts