Teori Kerusuhan Massa oleh N.J. Smelser

Menurut ilmuwan ini, ada lima tahapan yang harus dipenuhi untuk terjadinya kekerasan massa kelima tahapan ini berlangsung secara kronologis (berurutan) dan tidak dapat terjadi hanya satu atau dua tahapan saja. Kelima tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan akibat struktur sosial tertentu, seperti tidak adanya sistem tanggungjawab yang jelas dalam masyarakat, tidak adanya saluran untuk mengungkapkan kejengkelan-kejengkelan dan sarana untuk saling berkomunikasi. Dalam kasus kekerasan sepak bola, penyebabnya adalah serbuan ratusan suporter dari kedua tim sepak bola yang berada diluar kontrol sistem yang ada. Para suporter memang datang dengan sikap prasangka buruk terhadap tim lawan dan suporternya.

b) Kejengkelan atau tekanan sosial, yaitu kondisi karena sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Dalam kasus kekerasan pertandingan sepak boal diatas, suporter salah satu tim merasa jengkel melihat suporter lawannya yang bertidak kasar, mengucapkan kata-kata kotor, memaki-maki sehingga melakukan agresivitas sebagai perlawanan atas perilaku tersebut. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kejengkelan atau tekanan sosial tidak cukup untuk menimbulkan kerusuhan atau kekerasan fisik, tetapi telah mendorong kemungkinan terjadinya kekerasan yang sebenarnya.

c) Berkembangnya prasangka kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu, contohnya terhadap pemerintah, kelompok ras atau kelompok agama tertentu, dan suporter atau pemain pihak lawan. Sasaran kebencian ini berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa tertentu yang mengawali atau memicu suatu kerushan. Misalnya, nyanyian sindiran, ejekan dengan kata-kata kasar, saling lempar botol, atau lemparan petasan, yang akhirnya meledak menjadi kerusuhan yang merusak fasilitas stadion tempat pertandingan.

d) Mobilisasi massa untuk beraksi, yaitu adanya tindakan nyata dari massa dan mengorganisasikan diri mereka untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan pecahnya kekerasan massa. Sasaran aksi ini sendiri ada dua, yaitu ditujukan kepada objek yang langsung memicu kekerasan (dalam hal ini suporter pihak lawan) dan objek lain yang tidak ada hubungannya dengan pihak lawan (misalnya polisi, panitia, para penonton lainnya, dan fasilitas stadion).

e) Kontrol sosial, yaitu kemampuan aparat keamanan dan petugas untuk mengendalikan situasi dan menghambat kerusuhan. Faktor ini merupakan lawan dari faktor sebelumnya. Semakin kuat kontrol sosial, semakin kecil kemungkinan meletusnya kekerasan. Dalam hal ini, kontrol sosail terlihat jelas pada upaya polisi dan pihak keamanan dari panitia penyelenggara untuk meredakan kerusuhan yang telah terjadi.

Related Posts