Bukti Peninggalan Sejarah Islam di Papua

Seperti hal di wilayah lain nusantara di Papua terdapat beberapa bukti peninggalan sejarah Islam. Diantaranya kitab-kitab yang ditemukan di wilayah Fakfak serta masjid Patimburak. Berikut adalah ulasan tentang peninggalan sejarah Islam di Papua. Bukti berupa tradisi lesan masih terjaga sampai hari ini berupa cerita dari mulut ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih.

Selain itu terdapat living monument yang lain berupa makanan Islam yang dikenal dimasa lampau yang masih bertahan sampai hari ini di Papua kuno di desa Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik Waigeo. Belum lagi bukti-bukti tekstual berupa naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya di beberapa masjid kuno.

Sedangkan di Fakfak, Papua Barat masih dapat ditemukan delapan manuskrip kuno berhuruf Arab. Lima manuskrip berbentuk kitab dengan berbagai ukuran. Yang terbesar berukuran kurang lebih 50 x 40 cm, berupa mushaf Al Quran yang ditulis dengan tulisan tangan di atas kulit kayu dan dirangkai menjadi kitab.

Sedangkan keempat kitab lainnya, salah satunya bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa. Kelima kitab tersebut diyakini masuk pada tahun 1912 dibawea oleh Syekh Iskandarsyah dari kerajaan Samudra Pasai yang datang menyertai ekspedisi kerajaannya ke wilayah timur. Mereka masuk melalui Mes, ibukota Teluk Patipi saat itu.

Sedangkan ketiga kitab lainnya ditulis di atas daun koba-koba, Pohon khas Papua yang mulai langka saat ini. Tulisan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang terbuat dari bambu. Sekilas bentuknya mirip dengan manuskrip yang ditulis di atas daun lontar yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia Timur.

Selain itu terdapat peninggalan berupa Masjid Patimburak yang didirikan di tepi teluk Kokas, distrik Kokas, Fakfak yang dibangun oleh Raja Wertuer I yang memiliki nama kecil Semempe. Pada masa itu, yaitu tahun 1870, Islam dan Kristen telah menjadi agama yang hidup berdampingan di Papua.

Ketika kedua agama tersebut masuk ke wilayahnya, Raja Wertuer tidak ingin rakyatnya terpecah belah karena permasalahan kepercayaan. Maka beliau membuat sayembara menantang misionaris Kristen dan imam Muslim untuk mendirikan tempat ibadah masing-masing. Masjid didirikan di wilayah Patimburak, sedangkan gereja diwilayah Bahirkendik. Dalam sayembaranya Raja menetapkan tempat ibadah yang paling awal selesai dibangun akan diakui sebagai tempat ibadah dan agama resmi kerajaan beserta rakyat Wertuer. Akhir sayembra dapat diketahui, masjid lebih dahulu selesai sehingga sesuai janjinya Raja Wertuer I memeluk agama Islam diikuti oleh rakyatnya. Bahkan raja kemudian bertindak menjadi imam sholat dengan mengenakan pakaian kebesaran berupa jubah, sorban, dan tanda pangkat dibahunya.

Masjid Patimburak, yang memiliki kubah mirip gereja Eropa pada masa lalu dan memiliki interior dalam mirip masjid yang didirikan para wali di Jawa tersebut, sampai saat ini masih dapat disaksikan di tepi Teluk Kokas, kurang lebih setengah jam perjalanan dengan perahu bermotor dari dermaga Kokas.

Related Posts